Kisah Mistik Di Smk Yogyakarta

Advertisement

Kisah Mistik di SMK Yogyakarta − Hai, namaku Andri. Kali ini aku akan bercerita kisah pengalaman pacarku yang bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Yogyakarta. Begini ceritanya, Aku Yenyen, dan kini aku bersekolah di sebuah SMK Yogyakarta. Sekolahku itu masih kuat dengan hal-hal yang berhubungan dengan mistik. Maklumlah, sekolah ini masih erat hubungannya dengan Keraton Yogyakarta, dan masih melestarikan tradisi jawa yang sangat kental.

Saat itu aku masih duduk di kelas 10. Aku dan teman-teman mengadakan pentas seni untuk pertunjukan pentas tugas akhir kakak kelas. Kebetulan kelasku di bagi menjadi dua kelompok. Aku dan groupku mendapat kesempatan pentas dihari kedua. Kami berkumpul dari sore hari. Karena kami belum terbiasa makeup sendiri, jadi kami di bantu oleh seorang teman guru kami. Itu juga hanya satu orang, jadi kami mengantri untuk di makeup.

Sampai jam menunjukkan Pukul setengah tujuh malam. Kami yang sudah selesai di makeup dan memakai kostum segera keluar dari ruang rias. Suasana di luar sangat gelap. Penerangan kami satu-satunya hanya lampu yang berasal dari ruang rias, itu pun tidak menerangi semua lorong yang ada di dekatnya. Selama menunggu guru kami, kami mengobrol, entah mengapa aku merasa ada yang menarik perhatianku pada sosok bayangan yang ada di depan mushola, di sebelah kanan ruang rias.

Aku bertanya pada temanku, itu apa, dan mereka bilang itu hanya tong sampah, tapi aku yakin kalau di tong sampah itu duduk seorang anak kecil sambil memeluk lututnya. Karena rasa penasaran yang terus menghantuiku, aku mengajak temanku untuk melihat ke arah tong sampah itu. “ayolah, temenin yuk, penasaran nih…” akhirnya teman ku itu mau. Kami mendatangi tong sampah itu, dan benar saja, tak ada apa-apa di sana.

“Benerkan cuma tong sampah. Lu sih ga percaya” kami kembali berkumpul di depan ruang rias. Tapi lagi-lagi ketika aku melihat ke arah tong samph itu, aku melihat sosok anak kecil itu lagi. Aku mencoba untuk tidak menghiraukannya dengan terus mengobrol dengan teman-temanku. Singkat cerita kami selesai pentas. Kami pentas di pendopo yang berada di tengah-tengah komplek sekolah. Iya aku lupa bilang, kalau sekolahku ini sebuah komplek sekolah seni yang di tengahnya ada pendopo, dan untuk menuju pendopo, kami harus melewati ruang teori dan sebuah lapangan upacara.

Kami berkumpul di belakang pendopo, karena kata guru kami, kami tidak boleh ke ruang rias tanpa beliau. Tapi karena lama dan panas sehabis menari tadi, kami pun memutuskan untuk ke ruang rias, mungkin beliau sudah ada disana. Jumlah kami ada 10 orang. Saat itu aku berjalan paling depan dengan seorang teman yang biasa di panggil mbok de. Tak seperti tadi, angin malamnya berubah menjadi tak nyaman. Aku memegang tangan mbok de semakin erat. “De, takut”.

“Tenang, kita kan punya Tuhan Yesus, berdoa aja.” Mbok de mencoba menenangkanku dan berdoa dengan bahasa roh, tapi, bukan rasa tenang, aku merasa malah semakin tak nyaman. Angin semakin kencang berhembus membuat nyaliku semakin ciut. Kami sampai di ruang rias, tapi pintunya terkunci. Kami bingung, sedangkan aku tak ingin kembali lagi, karena sudah merasa hawa yang benar-benar tak bersahabat.

Tapi karena kostum yang kami gunakan tidak menyerap keringat dan sudah tidak nyaman lagi, kami memutuskan untuk kembali ke belakang pendopo untuk mencari guru kami. Kami berjalan melewati arena terbuka menuju pendopo, dan saat itu, entah mengapa aku tak ingin melihat apa-apa, aku terus menggenggam tangan mbok de sambil menundukkan kepala dan mata setengah terpejam agar tidak melihat hal yang tak ingin aku lihat.

Tapi tiba-tiba, dari arah ruang gamelan, berjalan sesosok perempuan dengan rambut yang menutupi semua wajahnya. Dia mengenakan kemeja putih dan rok span berwarna hitam, persis seperti guru-guru PKL yang sedang mengajar. Aku terkejut. Aku sadar itu bukan manusia. Karena aku tau mataku masih setengah tertutup, dan dengan jelas aku melihatnya.

Hanya aku! Aku sempat terdiam, demikian dengan sosok itu. Mbok de segera mengakaku kembali berjalan, tapi sosok itu terus diam tak bergerak. Anehnya teman-teman seperti tak ada satu pun yang ketakutan, meraka dengan santai mengobrol sambil melewati sosok itu. Sampai akhirnya sosok itu ikut berjalan mengikuti kami.

Aku tak berani menoleh karna lorong yang kami lewati gelap, sampai di dekat kantor guru, menuju lapangan upacara, ada lampu disana. Aku memberanikan diri menoleh dan menghitung jumlah temanku. 1, 2, 3, Kamu bersebelas. Ya kami bersebelas, padahal jumlah kami hanya 10 orang! Aku tak kuat lagi, aku berlari dan terduduk lemas di lapangan.

Tukang parkir bingung melihatku yang terduduk lemas dan menangis. Untunglah guru kami cepat datang. Beliau menenangkanku dan membawa kami ke ruang ganti. Disana aku masih syok, sambil melepas perlengkapan kostum dan menghapus makeup, aku masih tak percaya dengan apa yang aku lihat. Lagi-lagi pengalaman aneh yang tak aku sadari datang, emak, seorang temanku menghampiri, dengan suara berat dia bertanya apa yang dilakukan perempuan tadi padaku.

Aku pun bilang, dia hanya menunduk diam, tidak melakukan apapun. Emak segera pergi. Aku masih tak mengerti kenapa dia bisa tau kejadian itu padahal aku belum menceritakan apapun padanya. Tak lama dia kembali datang dan berkata kalau dia sudah memperingatkan wanita itu dan berkata kalau wanita itu terganggu dengan ucapan kasar dari temanku di malam sebelumnya.

Kejadian itu langsung menyebar keesokan harinya, dan akhirnya aku tahu kalau wanita itu adalah guru PKL yang bunuh diri di ruang gamelan karena putus cinta. Sekian pengalaman yang aku punya di SMK tersebut, masih ada cerita lain yang terjadi di sekolahku, dan entah apakah sekarang mereka masih menghantui anak-anak baru disana, atau tidak.

Post Popular :