Kisah Rumah Berhantu

“Kau yakin di sini ada hantu?” Tanya Rani tidak yakin. “Tentu saja. Kemarin aku lihat ada penampakan hantu warna merah di jendela itu,” balas Rino sambil menunjuk jendela di rumah itu. Sore itu Rani dan Rino memang sedang berada di depan rumah Lia, teman baru mereka yang datang beberapa hari lalu. Rumahnya memang sudah kelihatan tua dengan bangunan gaya Eropa klasik, seperti peninggalan zaman Belanda.

Dengan pekarangan yang cukup luas, dan dipagari tembok tinggi, membuat rumah itu seakan membuat orang yang melihatnya merasa sedang berada di Eropa. Menurut cerita orang yang tinggal di sekitar rumah itu saat rumah itu masih kosong, mereka tidak pernah melihat penampakan seperti itu. Munculnya penampakan itu terjadi akhir-akhir ini di jendela sebelah kiri di lantai dua rumah itu, sejak Lia pindah ke rumah itu.

Mereka menganggap bahwa penunggu rumah itu tidak suka kalau ada orang lain yang tinggal di rumah itu. “Rani, Itu dia hantunya!” tegur Rino sambil menunjuk ke arah jendela yang sedari tadi mereka amati. Dan betul. Mereka melihat penampakan dengan wajah merah itu melihat mereka dari balik jendela. Seketika mereka berdua terdiam. Rino mengeluarkan keringat dingin. Rani gemetaran melihat penampakan itu. Mereka langsung lari, meninggalkan tempat itu dengan ketakutan.

Keesokan harinya, mereka membicarakan hal itu saat istirahat di kantin sekolah. “Betul juga Rino, aku melihat penampakan itu jelas sekali. Mukanya warna merah, dengan tanduk seperti banteng terus mata warna kuning, gigi tajam, ngeri deh ngebayanginnya Rino.” bisik Rani. “Sudah kubilang kan, betul.” balas Rino yakin.

“Tapi kok sebelumnya tidak ada?”.

“Apa yang tidak ada?”.

“Astaga, plin plan amat sih kau. Penampakannya”.

“Oh, iya juga ya. Waktu Lia belum tinggal di rumah itu, nggak ada apa-apa. Kita juga sering main petak umpet disitu kan? Nggak pernah aku lihat penampakan itu”.

“Atau jangan-jangan, justru hantu itu ngikutin Lia”.

“Bisa jadi dia ngincar Lia? Di mau makan Lia?” tanya Rino. Membuat Rani ketakutan.

“Kau jangan nakutin dong Rino.” kata Rani gemetaran. Tiba tiba dari belakang, ada tangan yang menepuk bahu mereka.

“Woy! Lagi membicarakan apa, Rani, Rino?” kata Lia, mengagetkan mereka berdua.

“Hah! Lia, kamu bikin kaget aja.” Kata Rani dan Rino bersamaan.

“Hayo, lagi bicarain siapa? Lagi bicarain aku ya?”.

“Ah, nggak kok Lia” ujar Rani.

“Iya kok Lia. Kami lagi bicarain soal ulangan matematika tadi.” kata Rino mengalihkan pembicaraan.

“Oh, yang tadi itu. Aku nggak ngerasa susah kok. Yang penting inget rumusnya, sisanya kan cuma dihitung.” ujar Lia mantap.

“Iya juga sih.” balas Rino.

Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Mereka bertiga lalu masuk ke kelas. Tapi dasar Lia yang memang kemampuan menganalisisnya yang jauh lebih unggul dari yang lain, melihat sikap Rina dan Rino tadi, membuat Lia curiga. Pasti ada yang disembunyikan, pikirnya.Lia pun semakin curiga kepada Rani dan Rino saat mereka berdua yang selalu memperhatikan guru saat belajar, berubah menjadi tidak berkonsentrasi dengan pelajaran. Mereka malah asyik mengobrol.

Tiba-tiba. “BLAM” terdengar Pak Guru memukulkan tangannya di meja, membuat Rani dan Rino berhenti mengobrol. Sambil mendehem, Pak Guru lalu menegur mereka berdua.

“Kalian jangan bicara kalau guru sedang menerangkan.”

“Baik, Pak.” jawab seisi kelas.

Tak lama kemudian, bel pulang berbunyi. Ketiga sahabat itu pun pulang bersama-sama. Rani dan Rino memang telah bersahabat dengan Lia sejak SD, tapi Lia pindah ke Manado sejak kelas 3 SD jadi saat mendengar Lia pindah ke SMA mereka, mereka pun senang karena sahabat lama mereka kembali bersama mereka. Tapi mereka belum pernah bertemu orang tua Lia. Mereka berdua belum pernah masuk ke rumah Lia, jadi mereka belum tahu jelas tentang keluarga Lia.

Akhirnya sampailah mereka di persimpangan kiri. Rani dan Rino mengambil jalan kiri, berpisah dengan Lia yang mengambil jalan lurus. Sore itu, seperti kemarin, Rani dan Rino kembali pergi ke rumah Lia. Namun kali ini mereka tidak melihat penampakan itu. Mereka lalu memberanikan diri masuk ke rumah Lia yang memang terbuka. Dan saat mereka telah ada di dalam rumah bergaya klasik itu tiba-tiba.

“BLAM!” pintu itu lalu tertutup dengan sendirinya. Rani dan Rino melihat ke belakang. Ternyata Lia yang menutup pintu rumah itu sedari tadi bersembunyi di balik pintu. “Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Lia, mengejutkan mereka.

“Kami… Kami..” jawab Rino terbata-bata.

“Kami kenapa hah?” bentak Lia.

“Kami melihat hantu!” balas Rani, membuat Lia heran.

“Hantu? Memangnya hantu itu ada?” tanya Lia tidak yakin.

“Astaga, Hantu itu ada Lia. Kemarin kami melihatnya di rumahmu!” jawab Rino tegas.

“Di mana, Rino?”.

“Di jendela itu, di atas sana,” jawab Rino sambil ke luar, menunjuk jendela lantai dua itu.

“Memangnya ciri-cirinya seperti apa?”.

“Mukanya merah, mata kuning, bertanduk, dan gigi tajam”.

Mendengar itu Lia langsung tertawa terbahak-bahak, membuat Rani dan Rino heran.

“Kenapa, Lia?”.

“Hahaha, yang itu? Itu kakakku, Theo”.

“Kenapa dia pakai topeng begitu?”.

“Dia penderita autisme.” jelasnya sambil masuk ke rumah, lalu naik ke ruangan, lalu membuka kamar kakaknya. Dan memang, kakaknya menggunakan topeng merah dengan mata kuning. “Jadi, ini cuma kesalahpahaman. Kuharap lain kali jangan menyembunyikan sesuatu, oke?” tanya Lia. “Oke.” jawab Rani dan Rino, meninggalkan Lia dan Theo, berjabatan tangan dengan orang tua Lia, lalu pulang ke rumah mereka masing-masing. Keesokan harinya, Lia datang membawa dua gantungan kunci berbentuk menara Eiffel, dan memberikannya kepada Rani dan Rino.

“Nih, aku punya hadiah dari Perancis, dari orangtuaku. Mereka datang jam 1 malam kemarin. Aku punya tiga, yang satunya sudah aku pasang di tas, yang satu buat Rani, dan yang satu buat Rino” Kata Lia sambil memberikan gantungan kunci kepada Rina dan Rino. Tapi anehnya mereka kedua malah kebingungan.

“Kemarin orang tua kamu datang jam berapa?”.

“Tengah malam, sekitar jam 1. Mereka terlambat karena penerbangannya ditunda”.

“Jadi, yang kemarin itu?”.

“Yang mana?”.

“Kemarin sore kami berjabatan tangan dengan orang tuamu”.

“Ah, bohong. Orang tuaku datang tengah malam.” jawab Lia dengan yakin.

“Jadi, yang kemarin itu siapa?” tanya Rani dan Rino.

Post Popular :