Rumah Pondok Indah
Rumah Pondok Indah − Kisah ini terjadi ketika kami pindah ke rumah pondok indah tersebut sekitar tahun 2002, itu tepat dimana anak pertama kami lahir. Dari sinilah mulai muncul hantu yang mengganggu di rumah tersebut. Istri saya yang pertama merasakan ada keanehan di rumah tersebut sewaktu dia berada di kamar kami untuk menemani anak pertama kami tertidur. Saat anak kita tertidur, istri saya hendak keluar kamar untuk menjemur pakaian namun setelah balik ke kamar.
Dia melihat ada anak laki-laki umur 8-9 tahun yang bertubuh hitam legam sedang memandangi bayi kami di atas kasur. Istri saya cepat-cepat teriak karena tidak tahan dengan badan anak itu yang sangat ganjil. Beberapa bulan kemudian kami masih suka diganggu oleh makhluk halus di rumah itu. Kejadian berikutnya yaitu terjadi pada saya sendiri.
Anak kami waktu itu berumur 5 bulan dan suatu malam dia terbangun dan menangis, sebagai orang tua baru kami mulai hafal tangisannya kalau dia sedang lapar. Saya bangun dan menggendong anak saya dan kami pergi ke dapur. Anak saya yang tadinya mulai anteng karena saya ajak berceloteh dan saya gendong beberapa menit kemudian mulai menangis kembali.
Kali ini dia seperti ketakutan karena melihat sesuatu, saya yang tidak takut dengan hal-hal gaib membelokkan badan ke kiri, kanan, kebelakang untuk melihat sesuatu. Ternyata tidak apa-apa di dapur ini. Saya berusaha menenangkan anak saya sambil mengaduk-aduk bubur bayi yang tengah dibuat. Begitu kami keluar dari dapur, jantung saya seketika hampir copot karena melihat ada sosok baju putih dengan rambut sangat panjang sedang duduk di “atas meja makan” sambil mengayunkan kakinya.
Seketika saja anak saya menjerit ketakutan. Mulut saya juga dibarengi komat-kamit untuk membaca surat-surat pendek yang saya hafal. Sambil melihat wajahnya yang putih pucat, saya seperti terserang serangan jantung dan hampir tidak bisa menggerakkan kaki saya. Anak saya masih terus menangis memalingkan mukanya dari makhluk itu.
Tiba-tiba saja, entah kekuatan darimana, saya bisa menggerakan kaki saya dan berlari keluar rumah. Istri saya yang mendengar suara tangisan anak kami, langsung berlari dari arah tangga dan menuju ke luar rumah. saya menyerahkan anak saya ke istri saya sambil bertanya. “Kenapa pih?”.
“Kuntilanak!” istri saya yang juga ketakutan memeluk erat anak saya. Saya masuk ke dalam rumah kembali dan menuju ke dapur, ternyata sudah tidak ada sosok itu di meja makan. Setelah kejadian tersebut akhirnya kami sekeluarga pergi dari rumah pondok indah tersebut.